Goa Gong terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Pacitan, sekitar
30 kilometer dari Kota Pacitan. Jika ingin menyingkat waktu, perjalanan
ke goa tersebut dapat ditempuh melewati jalur utara, melalui Jalan
Pacitan-Pringkuku.
Namun, jika ingin sedikit berlama-lama sambil
menikmati keindahan Samudera Hindia dari atas bukit, perjalanan dapat
ditempuh melalui jalur selatan yang menuju ke arah Pantai Teleng Ria.
Perjalanan dapat ditempuh selama sekitar 45 menit melalui jalan yang
berkelok.
Kamis siang itu, jam menunjukkan pukul 11.30 dan cuaca
di depan mulut goa cukup panas. Begitu memasuki goa, udara lembap
langsung terasa dan memaksa para pengunjung mengucurkan keringat.
Seperti Tri Utomo, wisatawan asal Jambi, yang langsung melepas jaketnya
ketika memasuki goa.
Setelah memasuki goa lebih dalam, barulah
terlihat beberapa kipas angin berukuran besar yang dipasang di beberapa
sudut goa. Namun, tetap saja udara di dalam goa masih pengap.
Goa
Gong yang memiliki tujuh ruang dan empat sendang itu sudah dirancang
untuk dapat dimasuki siapa saja. Tidak perlu khawatir jika tidak membawa
peralatan khusus. Dengan membayar tiket masuk Rp 4.000, pengunjung
dapat menikmati keindahan ornamen goa sambil menyusuri jalan setapak
berpagar besi sepanjang lebih kurang 300 meter. Jalan yang terbuat dari
semen itu dibuat memutar sehingga pengunjung dapat mengakhiri
perjalanannya di titik keberangkatan.
Menurut Sumanan, seorang
pemandu wisata, ornamen tertentu di dalam goa dapat menghasilkan bunyi
sehingga goa itu dinamakan Gong. Beberapa pengunjung yang penasaran pun
mencoba mengetuk-ketuk stalaktit dan stalakmit dengan kepalan tangan.
Namun, tidak ada suara yang keluar.
Tanpa membawa senter,
ruang-ruang di dalam goa sudah cukup terang. Lampu-lampu sorot
berwarna-warni yang diletakkan di berbagai sudut menerangi seluruh
stalaktit dan stalakmit yang menjadi daya tarik utama goa itu. Ornamen
goa yang semula berwarna putih gading atau coklat kekuningan berubah
warna menjadi merah, biru, kuning, dan hijau.
"Goa Gong sudah
tidak alami lagi. Bahkan, bisa dikatakan rusak. Seharusnya, ornamen goa
tidak perlu disorot dengan lampu-lampu seperti itu," kata Direktur
Mandira Tours and Travel Solo, Seno Hadi Prayitno. Lampu sorot yang
memancarkan panas itu dapat mengurangi aliran air yang mengucur melalui
stalaktit. Kelembapan alami juga semakin berkurang karena ada kipas
angin.
Mulut goa juga ditempeli ornamen batuan cadas buatan yang
dinilai semakin mengurangi kealamian Goa Gong . Di sebelah kanan mulut
goa --masih di atas ornamen buatan-- terpasang prasasti yang
mencantumkan nama dua warga Desa Bomo yang menemukan Goa Gong tahun
1924 dan delapan warga lainnya yang membuka goa itu untuk umum tahun
1995.
No comments:
Post a Comment