Total Pageviews

Thursday 27 October 2011

Candi Asu (Magelang)

Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang
terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, Kecamatan dukun,
Kabupaten magelang, provinsi Jawa tengah (kira-kira 10 km di sebelah
timur laut dari Candi ngawen. Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi
Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama
candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat
sekitarnya. Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca
Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca
asu 'anjing'. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk
setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di
kompleks Taman Wisata Candi prambanan). Ketiga candi tersebut terletak
di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat.

Perlu diketahui nama Asu pada candi ini bukan berasal dari kata asu
dalam Bahasa Jawa ngoko yang berarti anjing. Kata asu adalah hasil
perubahan kebiasaan pengucapan masyarakat setempat dari kata aso atau
mengaso yang berarti istirahat.

Candi Asu ini memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan Candi
Borobudur ataupun Prambanan, dan berbentuk bujur sangkar. Di dekat
candi itu juga ditemui Candi Pendem dan Candi Lumbung yang memiliki
ukuran dan bentuk relatif sama. Uniknya di ketiga bangunan candi ini,
di dalamnya terdapat lubang semacam sumur sedalam hampir dua meter
dengan bentuk kotak berukuran sekitar 1,3 meter x 1,3 meter.

Menurut arkeolog Soekmono seperti dikutip dari buku Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, sumur itu digunakan sebagai tempat
pemujaan. Pemujaan tersebut bisa ditujukan kepada seorang tokoh
tertentu atau arwah seorang raja.

Masih menurut buku itu, berdasarkan Prasasti Kurambitan I dan II yang
ditemukan dekat situs Candi Asu, ketiga candi ini didirikan tahun 869
Masehi. Kedua prasasti ini dikeluarkan Pamgat Tirutanu Pu Apus yang
menyebut ketiga bangunan itu sebagai bangunan suci atau Salingsingan.
Yang menarik perhatian, hanya beberapa meter di selatan Candi Asu juga
terdapat Sungai Tlingsing. Menurut buku Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Tengah, nama Tlingsing mungkin bisa berasal dari kata
talingsing atau salingsing yang bisa diidentikkan dengan nama
Salingsingan.

Namun yang pasti, berdiri di atas bangunan Candi Asu seperti melihat
permadani hijau. Sekeliling situs dipenuhi kebun sayur-sayuran. Suara
alam berupa kicau burung pun memenuhi ruang sekitar candi.
Namun, sumur di candi ini tidak seperti ditemui di Candi Pendem dan
Asu yang kosong. Sumur di candi ini dipenuhi reruntuhan kubah candi.
Memang menurut Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, ketiga
bangunan candi ini diperkirakan memiliki kubah. Meski kini pada Candi
Pendem dan Asu, kubah itu sudah tidak terlihat lagi.

DALAM sejarah peradaban Jawa Kuno, sebenarnya arsitektur kubah belum
dikenal di kalangan masyarakat Jawa hingga kebudayaan India yang
membawa peradaban Hindu-Buddha ke wilayah Jawa.
Menurut arkeolog Universitas Indonesia Dr Agus Aris Munandar, seperti
dikutip dari artikelnya yang berjudul Kesejajaran Arsitektur Bangunan
Suci India dan Jawa Kuno, Jacues Durmacay, seorang arsitek yang
mendalami peninggalan arsitektur Jawa kuna, menunjukkan bahwa pada
awalnya bangunan suci atau candi dalam masyarakat Jawa kuno tidak
didirikan dalam bentuk lengkap dengan dinding dan kubah. Sebaliknya,
candi hanya berupa bangunan dasar berupa altar yang di permukaannya
diletakkan obyek-obyek sakral, seperti lingga, yoni, maupun arca.
Dengan demikian, candi- candi pada peradaban Jawa kuno masih bersifat
terbuka dan arca utama bisa dilihat dari luar.

Obyek candi berupa arca semacam lingga dan yoni ini dapat dijumpai di
Candi Gunung Wukir yang berada beberapa kilometer arah selatan dan
hampir mendekati perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tepatnya di
Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam.

Sumber:http://muntilaninfo.blogspot.com/2011/02/candi-asu.html

No comments:

Post a Comment