Total Pageviews

Saturday, 22 October 2011

Candi Badut (Malang)



      Candi Badut terletak di kawasan Tidar, kota Malang. Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400 tahun dan diyakini adalah peninggalan Prabu Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yang termaktub dalam prasasti Dinoyo bertahun 760 Masehi.
      Kata Badut di sini berasal dari bahasa sansekerta “Bha-dyut” yang berarti  Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun diantara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
       Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih dapat dilihat susunannya.
      Peninggalan kepurbakalaan di sekitar Malang adalah sisa-sisa bangunan suci yang mempunyai sifat Budha dan Hindu (Siwa), sesuai dengan agama yang dianut masa itu. Bangunan-bangunan tersebut basa disebut candi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan (kuil). Peninggalan yang ada di sekitar Malang tersebut antara lain Candi Jago, Sumberawan, Badut, Songgoriti, Singosari dan Kidal. Salah satu bangunan suci yang akan kami sajikan adalah Candi Badut, yang merupakan candi teruta di Jawa Timur tetapi menunjukkan sifat candi Jawa Tengah seperti pada bagian kakinya yang rata dan tidak diberi hiasan dan pada bilik pintunya berpenampil.

     Candi Badut terletak di desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, 10 kilometer dari kota Malang. Untuk sampai ke lokasi harus mengikuti jalan ke Batu sampai di Dinoyo, kemudian membelok ke selatan sampai Karangbesuki terus ke barat dan setelah melewati kali Metro sampailah ke Desa Badut. Di barat daya Desa Badut terletak bangunannya di atas dataran tinggi kira-kira 500 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi tersebut dikelilingi oleh gunung-gunung seperti Gunung Kawi di selatan, Gunung Arjuna di barat, Gunung Tengger di utara dan di timur adalah Gunung Semeru. Sedangkan Candi Badut terletak di kaki Gunung Kawi.

     Dilihat dari segi ilmu pengetahuan dan segi arsitekturnya bangunan tersebut merupakan gaya peralihan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kemungkinan juga merupakan suatu bukti terjadinya perpindahan pusat kerajaan ke timur. Dalam hubungan ini para sarjana cenderung menghubungkan berita perpindahan kerajaan Holing ke timur sekitar tahun740 Masehi. Kemudian diartikan bahwa raja dari dinasti sanjaya menyingkir ke timur karena terdesak oleh dinasti Sailendra. Daerah yang dimaksud adalah sekitar Malang.

     Candi Badut dibangun pada abad VIII M, merupakan peninggalan dari masa pemerintahan kerajaan Kanjuruhan yang berpusat di Dinoyo (barat laut Malang). Masa pendirian bangunan dihubungkan dengan prasasti Dinoyo 760 Masehi (682 Saka). Prasasti dibuat dari batu bertuliskan huruf Kawi, berbahasa Sansekerta dan menyebutkan bahwa pada abad VIII M, ada kerajaan berpusat di Kanjuruhan. Sekarang disebut Desa Kejuron) di bawah pemerintahan raja Dewa Simha yang berputera seorang laki-laki bernama Limwa. Limwa mempunyai seorang puteri. Uttejana yang menikah dengan Jananeya. Limwa menggantikan ayahnya dan berganti nama dengan Gajayana. Pada pemerintahan Gajayana itulah didirikan Candi Badut. Dikatakan pula bahwa pendirian bangunan tersebut tanggal 1 Kresnapaksa bulan Margasirsa tahun 682 Saka (28 Nopember 760 Masehi) untuk tempat Agastya berikut arcanya dari batu hitam yang sangat indah. Arca tersebut ditasbihkan oleh para pendeta yang paham akan kitab Weda beserta para petapa sthapaka dan rakyat. Pada kesempatan ini raja menganugerahkan sebidang tanah, sapi dan kerbau, budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga, juga segala keperluan untuk pendeta seperti keperluan pemujaan, penyucian diri dan bangunan tempat peristirahatan para pengunjung.

     Disebutkan pula tentang sebuah lingga yang keramat. Di dalam candi tersebut tidak terdapat Agastya melainkan sebuah lingga yang dianggap sebagai lambangnya Prasasti Dinoyo sekarang disimpan di Museum Pusat Jakarta dengan nomor D.113.
Candi Badut ditemukan secara kebetulan pada 1923 oleh seorang pengawas dari Malang E.W. Maurenbrechter, di tengah sawah. Waktu itu yang terlihat hanyalah bukit batu runtuhan dan tanah. Di atas dan sekitarnya tumbuh beberapa pohon beringin. Pada 1925-1926 candi tersebut dipugar untuk pertama kali sampai tingkat pertama atapnya saja karena batu-batu yang lain tidak ditemukan.

     Dahulu Candi Badut merupakan suatu kompleks yang dikelilingi pagar tembok, sekarang telah hilang. Letak bangunan candi tidak di pusat halaman candi. Candi ini terbuat dari bahan batu andesit. Denahnya bujur sangkar dengan ukuran 15x15 meter. Pintu masuk ada di barat. Pada pintu masuk ke ruang candi dihiasi Kalamakara. Secara horizontal Candi Badut terbagi atas tiga bagian yaitu kaki, badan dan atap.

Bagian kaki
      Pada umumnya kaki candi terdiri atas perbingkaian bawah, badan kai dan perbingkaian atas tetapi kaki Candi Badut hanya mempunyai bingkai bawah dan badan kaki. Bingkai bawah terdiri dari pelipi rata, sedangkan badan kaki candi berupa susunan bata-bata rata, polos dan tidak mempunyai hiasan sama sekali. Pada bagian depan candi terdapat tangga naik ke bilik candi. Sebelum masuk ke bilik candi terdapat selasar keliling dengan pradaka sinaptha.


Bagian badan
     Badan candi bentuknya tambun karena lebih besar dari tingginya. Pntu bilik berpenampil (poritico) yang mengingatkan pada langgam seni bangunan Jawa Tengah. Pada tangga sebelah selatan terdapat Kinara-Kinari.

     Pada ketiga sisinya terdapat relung-relung dan di dalamnya terdapat arca Durga (relung utara), guru atau Agastya (relung selatan), sedangkan di relung timur arcanya telah hilang, tetapi biasanya berisi arca Ganesa. Relng-relung berkambikan (berbingkai) pelengkung kara makara yang biasanya terdapat di Jawa Tengah. Di sisi kiri-kanan pintu masuk terdapat relung-relung kecil dengan penampil berisi Mahakala dan Nandiswara. Bidang-bidang di samping relung-relung itu diisi dengan hiasan pola bunga. Dalam bilik candi terdapat lingga dan yoni. Pada pemugaran tahun 1925 ditemukan pripih di antara reruntuhan dinding luar bilik candi bagian belakang.


Bagian Atap
     Bagian atap candi telah rusak. Menurut hasil rekonstruksi yang dimuat dalam OV 1929 tampak bagian atap candi terdiri atas dua tingkat yang serupa dengan tubuh candi tetapi makin ke atas semakin kecil dan ditutup dengan puncak ratna. Hiasan yang terdapat pada atap berupa antefix.
    
     Di depan candi induk terdapat tiga bekas alas candi kecil yang terkenal dengan nama Candi perwara. Diperkirakan bentuknya sama sekali candi induk. Candi tersebut berjajar arah utara selatan dan menghadap ke timur. Candi perwara yang di tengah berisi arca Nandi, di selatan terdapat lingga yoni, sedangkan di utara tidak diketahui. Susunan yang terdiri dari tiga candi yang lebih kecil dan berhadapan membuktikan bahwa Candi Badut merupakan salah satu candi yang tertua di Jawa Timur.

     Dengan adanya arca Durga, Agastya dan lingga yoni maka Candi Badut merupakan candi-candi agama Hindu.Candi Badut telah selesai (purna) pugar pada 1993 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah pemugaran selesai dan perbaikan jalan menuju ke kompleks percandian dapat dicapai dengan kendaraan bermotor, maka kompleks tersebut layak dijadikan objek wisata.

Kepustakaan:

Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.

No comments:

Post a Comment