Total Pageviews

Monday, 31 October 2011

Gua Akbar (Tuban)

Sekitar 500 tahun lalu, Sunan Bonang sedang melakukan perjalanan. Ketika menemui goa ini, Kanjeng Sunan Bonang terpesona dan seketika berucap, “Allahu Akbar”. Konon, sejak itulah, goa yang terletak di tengah Kota Tuban itu disebut Goa Akbar. Versi lain diceritakan, karena sekitar goa banyak dijumpai pohon Abar. Masyarakat setempat kemudian menyebutnya Ngabar.Berdasar buku yang dihimpun Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Tuban, kata Ngabar berasal dari bahasa Jawa yang berarti latihan. Konon, goa ini pernah dijadikan tempat persembunyian untuk mengatur strategi dan latihan ilmu kanuragan prajurit Ronggolawe, yang ketika itu berencana mengadakan pemberontakan ke Kerajaan Majapahit. Pemberontakan itu disulut oleh ketidakpuasan Ronggolawe atas pelantikan Nambi menjadi Maha Patih Majapahit.Karena seringnya dijadikan tempat latihan, goa dan daerah sekitarnya dijuluki Ngabar, yang kemudian seiring waktu menjadi nama dusun yaitu Dusun Ngabar, Desa Gedongombo, Kecamatan Semanding.



Gua Akbar salah satu tujuan wisata di kota Tuban, Jawa Timur (sekitar 100 km dari Surabaya) menyimpan misteri yang dalam. Sedalam gua yang panjangnya 1,2 km  mulai dari bawah Pasar Baru Tuban sampai ke pantai Boom di Laut Jawa.

Cerita mengenai asal usul ini memang berkembang bervariasi. Pastinya, kata Akbar itu kini dipergunakan Pemerintah Kabupaten Tuban sebagai slogannya. Akbar bermakna Aman, Kreatif, Bersih, Asri, dan Rapi.Goa Akbar mengandung kisah keagamaan sangat tinggi. Diceritakan, konon Sunan Bonang mengetahui goa ini karena diajak Sunan Kalijogo yang saat itu masih bernama RM Sahid. Bila disimak cerita pada relief di dinding sebelah utara pintu masuk, digambarkan RM Sahid yang adalah putra Bupati Tuban ke-9 yang bernama Wilotikto diusir dari rumah karena bertabiat kurang baik. Karenanya ia dipanggil dengan nama Brandal Lokojoyo. Pertemuannya dengan Sunan Bonang di Kali Sambung, Brandal Lokojoyo mengatakan kalau rumahnya di goa.Alkisah, setelah ia terusir, RM Sahid memang tinggal di Goa Akbar. Perjalanan spiritual RM Sahid alias Brandal Lokojoyo kemudian menemui jalan kebenaran, dan terakhir menjadi Sunan Kalijogo.

Beberapa tempat di Goa Akbar akhirnya dipercaya sebagai tempat perjalanan religius Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang, di samping wali-wali yang lain.Jejak Wali legenda yang terkandung dalam goa itu pun berpadu dengan kepercayaan dan perkiraan sejarah. Lihat, misalnya, dua buah batu di mushala sebelum pintu keluar goa. Jika diamati, kedua patung tersebut mirip dengan bentuk singa. Di depan musholla terdapat ruang yang sangat luas yang dikenal sebagai Paseban Para Wali, atau tempat para wali menyampaikan fatwa dan ajaran agama. Paseban itu mirip ruang pertemuan.

Stalagtit dan stalagmit juga seakan menjadi hiasan ruangan. Itu ditambah dengan adanya batu-batu besar yang terletak di bagian depan ruang, seakan menjadi podium bagi pembicara.Ada pula batu yang disebut Gamping Watu Nogo yang dipercaya sebagai tempat pertapaan Sunan Kalijogo. Di bawah batu yang menjorok ke depan itu terdapat kolam.Sebagai tempat wisata, pengelolaan Goa Akbar cukup serius. Mulai dari pintu masuk hingga jalur menyusuri lorong, sudah dilengkapi bermacam fasilitas untuk kenyamanan pengunjung. Sepanjang jalan dalam goa disediakan jalur dari paving block yang dibatasi oleh pagar steinless. Selain pagar pembatas, di sana sini tertempel larangan balik arah, agar pengunjung tidak sampai kebablasan tanpa memperhitungkan keselamatan. Di berbagai tempat dipasang lampu warna-warni sehingga kian membuat suasana nyaman.Berbagai cerita yang terkandung di dalamnya, menjadikan tempat ini sangat penting. Selain menarik sebagai tempat wisata, Goa Akbar juga memiliki arti penting bagi ilmu pengetahuan, baik sejarah, arkeologi, maupun agama. Namun, kondisi goa ini mesti dijaga bersama. Jangan sampai bernasib kurang bagus seperti banyak terjadi di tempat-tempat bersejarah lain.

Thursday, 27 October 2011

Pantai Jolosutro (Blitar)

Pantai Jolosutro terletak di desa Ringenrejo, kecamatan Wates sekitar 45 km dari kota Blitar. Pantai ini adalah salah satu pantai di Blitar yang merupakan bagian dari Laut Selatan. Pantai Jolosutro mempunyai ombak laut selatan yang sangat indah. Banyak sekali wisatawan yang ingin menyegarkan pikiran mereka berkunjung ke pantai alamiah ini. Mereka dapat berenang, berjemur, memancing, berperahu, di pantai ini.



Terletak di sebuah teluk kecil yang diapit perbukitan dengan garis pantainya yang panjang berpasir hitam. Sementara itu, bagian tengah pantai yang menyimpan butiran pasir hitamnya. Beberapa puluh meter dari garis pantai Jolosutro ada permukiman penduduk.

Terdapat pemandangan alam yang sangat indah yang menarik para wisatawan dan pasir yang sangat halus di sepanjang pantai. Air yang kebiruan dan angin laut yang menyapa para wisatawan juga menjadi bagian yang unik dari pantai ini.

Pantai Tambakrejo (Blitar)

Pantai Tambakrejo kurang lebih 30 km dari kota Blitar, di desa tambakrejo kecamatan Wonotirto di lokasi ini setiap bulan suro diadakan upacara larung sesaji, dan dikunjungi oleh ribuan orang dari berbagai pelosok.

Dengan deburan ombak laut selatan yang cukup deras dan sinar matahari di sore hari, menambah suasana menjadi tenang dan damai. Cocok sekali buat refreshing orang kota yang jenuh dengan hiruk pikuk metropolitan. Mereka dapat menikmati pantai alami dengan keindahan ombak dan pesona matahari terbenam. Para pengunjung juga dapat melakukan beberapa aktivitas di pantai ini seperti; berenang, berjemur, memancing, naik berperahu, dll. Pantai Tambakrejo memiliki pasir putih yang membentang sepanjang 10 km. Ombaknya pun tidak terlalu berbahaya untuk para pengunjung yang ingin berenang.

Terdapat hutan karet di sekitar pantai yang menambah keindahan alamnya. Dan sepanjang jalan anda dapat melihat perbukitan. Ketika sampai di pantai, para pengunjung dapat melihat laut biru dan dapat pula berperahu yang telah siap untuk menemani para pengunjung ke laut. Anda juga dapat menikmati udara pagi yang cerah dan makanan laut di sekitar pantai Tambakrejo.

Di lokasi Pantai ini setiap bulan suro diadakan upacara larung sesaji, dan dikunjungi oleh ribuan orang dari berbagai pelosok.
 
Di Pintu masuk pantai kearah timur terdapat Kampung nelayan dengan perahu-perahu nelayan yang ditambatkan disampingnya terdapat pula Tempat Pelelangan Ikan. Bila anda datang di pagi hari maka akan menjumpai ikan-ikan segar hasil tangkapan nelayan.

Candi Asu (Magelang)

Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang
terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, Kecamatan dukun,
Kabupaten magelang, provinsi Jawa tengah (kira-kira 10 km di sebelah
timur laut dari Candi ngawen. Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi
Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama
candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat
sekitarnya. Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca
Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca
asu 'anjing'. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk
setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di
kompleks Taman Wisata Candi prambanan). Ketiga candi tersebut terletak
di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat.

Perlu diketahui nama Asu pada candi ini bukan berasal dari kata asu
dalam Bahasa Jawa ngoko yang berarti anjing. Kata asu adalah hasil
perubahan kebiasaan pengucapan masyarakat setempat dari kata aso atau
mengaso yang berarti istirahat.

Candi Asu ini memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan Candi
Borobudur ataupun Prambanan, dan berbentuk bujur sangkar. Di dekat
candi itu juga ditemui Candi Pendem dan Candi Lumbung yang memiliki
ukuran dan bentuk relatif sama. Uniknya di ketiga bangunan candi ini,
di dalamnya terdapat lubang semacam sumur sedalam hampir dua meter
dengan bentuk kotak berukuran sekitar 1,3 meter x 1,3 meter.

Menurut arkeolog Soekmono seperti dikutip dari buku Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, sumur itu digunakan sebagai tempat
pemujaan. Pemujaan tersebut bisa ditujukan kepada seorang tokoh
tertentu atau arwah seorang raja.

Masih menurut buku itu, berdasarkan Prasasti Kurambitan I dan II yang
ditemukan dekat situs Candi Asu, ketiga candi ini didirikan tahun 869
Masehi. Kedua prasasti ini dikeluarkan Pamgat Tirutanu Pu Apus yang
menyebut ketiga bangunan itu sebagai bangunan suci atau Salingsingan.
Yang menarik perhatian, hanya beberapa meter di selatan Candi Asu juga
terdapat Sungai Tlingsing. Menurut buku Peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Tengah, nama Tlingsing mungkin bisa berasal dari kata
talingsing atau salingsing yang bisa diidentikkan dengan nama
Salingsingan.

Namun yang pasti, berdiri di atas bangunan Candi Asu seperti melihat
permadani hijau. Sekeliling situs dipenuhi kebun sayur-sayuran. Suara
alam berupa kicau burung pun memenuhi ruang sekitar candi.
Namun, sumur di candi ini tidak seperti ditemui di Candi Pendem dan
Asu yang kosong. Sumur di candi ini dipenuhi reruntuhan kubah candi.
Memang menurut Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, ketiga
bangunan candi ini diperkirakan memiliki kubah. Meski kini pada Candi
Pendem dan Asu, kubah itu sudah tidak terlihat lagi.

DALAM sejarah peradaban Jawa Kuno, sebenarnya arsitektur kubah belum
dikenal di kalangan masyarakat Jawa hingga kebudayaan India yang
membawa peradaban Hindu-Buddha ke wilayah Jawa.
Menurut arkeolog Universitas Indonesia Dr Agus Aris Munandar, seperti
dikutip dari artikelnya yang berjudul Kesejajaran Arsitektur Bangunan
Suci India dan Jawa Kuno, Jacues Durmacay, seorang arsitek yang
mendalami peninggalan arsitektur Jawa kuna, menunjukkan bahwa pada
awalnya bangunan suci atau candi dalam masyarakat Jawa kuno tidak
didirikan dalam bentuk lengkap dengan dinding dan kubah. Sebaliknya,
candi hanya berupa bangunan dasar berupa altar yang di permukaannya
diletakkan obyek-obyek sakral, seperti lingga, yoni, maupun arca.
Dengan demikian, candi- candi pada peradaban Jawa kuno masih bersifat
terbuka dan arca utama bisa dilihat dari luar.

Obyek candi berupa arca semacam lingga dan yoni ini dapat dijumpai di
Candi Gunung Wukir yang berada beberapa kilometer arah selatan dan
hampir mendekati perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tepatnya di
Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam.

Sumber:http://muntilaninfo.blogspot.com/2011/02/candi-asu.html

Candi Bubrah (Klaten)

Candi Bubrah terletak di dalam Kawasan Wisata Prambanan, yaitu di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai candi yang saat ini tinggal berupa 'batur' (kaki candi) yang telah rusak dan onggokan batu bekas dinding. Nama 'Bubrah' dalam bahasa Jawa berarti hancur berantakan. Tidak jelas apakah candi ini dinamakan Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya memang sudah dalam keadaan (bubrah) berantakan atau karena memang itulah namanya.

Ukuran Candi Buddha ini relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang, memanjang arah utara-selatan. Ukuran tepatnya tidak bisa didapatkan karena reruntuhan candi ini dikelilingi pagar terkunci. Tinggi batur (kaki) candi sekitar 2 m. Sepanjang pelipit atas dihiasi dengan pahatan berpola simetris. Tidak terlihat adanya sisa-sisa relief pada dinding kaki candi. Tangga naik ke selasar di permukaan batur terletak di sebelah timur.

Candi Pawon (Magelang)

Candi Pawon merupakan salah satu dari sekian banyak candi yang ada di Indonesia. Candi ini terletak di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah tepatnya berada 1150 meter ke arah barat dari Candi Mendut dan berada 1750 meter ke arah timur dari Candi Borobudur.

Candi Pawon merupakan Candi Budha. Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni bangunan Hindu Jawa kuno dan India. Candi ini mempunyai nama lain Candi Brajanalan. Banyak orang mengira Candi Pawon merupakan sebuah makam, namun setelah diteliti ternyata merupakan tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat dari batu gunung berapi. Candi Pawon ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa dan dinding-dinding luar candi dihias dengan relief pohon hayati (=kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (makhluk setengah manusia setengah burung / berkepala manusia berbadan burung).

Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis yang menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut. Letak Candi Mendut, Candi Pawon dan Candi Borobudur yang berada pada satu garis lurus mendasari dugaan bahwa ketiga candi Buddha tersebut mempunyai kaitan yang erat. Selain letaknya, kemiripan motif pahatan di ketiga candi tersebut juga mendasari adanya keterkaitan di antara ketiganya. Poerbatjaraka, bahkan berpendapat bahwa candi Pawon merupakan upa angga (bagian dari) Candi  Borobudour. Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk mengidentifikasikannya lebih jauh. Keindahan seni bangunan Candi Pawon menunjukan kehebatan arsitektur nenek moyang kita.

Monday, 24 October 2011

Candi Panataran (Blitar)

Candi Panataran ditemukan pada tahun 1815 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Jenderal pemerintah kolonial Inggris yang waktu itu berkuasa di Indonesia. Waktu itu, ketika Raffles bersama Dr. Horsfield (seorang ahli ilmu alam) mengadakan kunjungan ke daerah Palah, Jawa Timur, mereka secara tidak sengaja menemukan Candi Panataran. Dan, hasil temuannya itu dibukukan dalam buku yang berjudul “History of Java” yang terbit dalam dua jilid. Jejak Raffles ini di kemudian hari diikuti pula oleh para peneliti lain yaitu: J.Crawfurd (seorang asisten residen di Yogyakarta), selanjutnya Van Meeteren Brouwer (1828), Junghun (1884), Jonathan Rigg (1848) dan N.W.Hoepermans yang pada tahun 1886 mengadakan inventarisasi di kompleks percandian Panataran.

Candi Panataran terletak di Desa Panataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur. Dari pusat kota Blitar kurang lebih 12 kilometer atau sekitar setengah jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Letak candi ini di lereng barat-daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter dari permukaan air laut. Dibanding dengan candi-candi lainnya di Jawa Timur, Candi Panataran adalah satu-satunya kompleks percandian yang terluas dan termasuk lengkap unsur-unsurnya.

Kompleks Candi Panataran yang luasnya hampir 1,5 hektar itu terdiri atas tiga halaman. Seperti halnya Candi Sukuh di Jawa Tengah dan pura-pura di Bali, tiga halaman itu berdiri dalam formasi berbaris, (yang satu di belakang yang lain). Bagian yang paling penting atau paling suci terletak pada baris paling belakang. Berikut ini akan diuraikan tentang bagian-bagian dari kompleks percandian tersebut.

Sebelum memasuki areal candi, di pintu utama akan dijumpai sepasang arca penjaga pintu (dwarapala) yang berpahatkan angka tahun 1242 Saka (1330 Masehi). Oleh warga sekitar, kedua arca tersebut terkenal dengan sebutan “Mbah Bodo”. Pahatan angka yang tertera pada kedua lapik arca menandakan bahwa bangunan suci Palah (nama lain untuk Candi Panataran) diresmikan menjadi kuil negara (state-temple) pada jaman Raja Jayanegara dari Majapahit yang memerintah pada tahun 1309-1328 Masehi.

Pada halaman pertama, sebelah timur arca penjaga, terdapat sebuah batur bangunan kecil yang terbuat dari batu andesit dan dua batur bangunan sejenis pendopo yang dindingnya berhias relief cerita Bubuksah dan Gagang Aking, Sang Setyawan dan cerita Sri Tanjung. Bagian atas ketiga bangunan itu sudah tidak ada lagi. Namun, adanya umpak-umpak batu memberi petunjuk bahwa ketiga bangunan itu dahulu mempunyai tiang dan atap yang terbuat dari bahan yang mudah lapuk. Disamping ketiga bangunan itu, terdapat juga sebuah candi yang disebut Candi Angka Tahun. Bentuknya khas gaya candi-candi Jawa Timur dengan atapnya yang berundak menjulang tinggi. Candi ini disebut Candi Angka Tahun karena di atas pintunya terpahat angka tahun 1291 Saka atau 1269 Masehi.

Pada halaman kedua akan dijumpai lagi sepasang dwarapala yang berukuran lebih kecil. Pada halaman ini terdapat dua batur bangunan berbentuk empat persegi panjang dan sebuah candi yang disebut Candi Naga yang berukuran panjang 6,57 meter, lebar 4,83 meter dan tinggi 4,70 meter. Disebut Candi Naga karena sekeliling tubuh candi dililit hiasan naga yang disangga oleh sembilan dewa. Naga ini sangat mungkin merupakan perwujudan Sang Hyang Basuki yang sedang mengikat Gunung Mandara (Giri) dan mengaduk lautan susu dalam usahanya untuk mencari tirta amarta (air kehidupan) dalam mitos Samudra-manthana.

Pada halaman ketiga terdapat bangunan candi yang paling besar yang merupakan candi induk. Keadaan candi induk itu sekarang hanya tinggal bagian kakinya saja, namun masih cukup rapi dan anggun berkat pemugaran tahun 1917-1918. Kaki candi ini menyerupai punden berundak terdiri atas tiga teras yang dihubungkan oleh tangga. Teras pertama berisi relief cerita Ramayana episode Hanuman Obong hingga gugurnya Kumbakarna. Sedangkan, teras kedua berisi relief kisah-kisah Sri Kresna dan Rukmini sebagai penjelmaan Batara Wisnu dan Dewi Sri. Pada masing-masing sisi kedua tangga naik ke teras pertama terdapat arca dwarapala yang pada alasnya terdapat angka tahun 1239 Saka atau 1317 Masehi.

Di sebelah selatan bangunan candi utama terdapat sebuah prasasti atau batu bertulis. Prasasti ini menggunakan huruf Jawa Kuna bertahun 1119 Saka atau 1197 Masehi, yang dikeluarkan oleh Raja Srengga dari Kerajaan Kediri. Isinya antara lain menyebutkan tentang peresmian sebuah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah (Candi Panataran).

Pada bagian paling belakang candi utama terdapat kolam suci, yang konon dahulu dipergunakan sebagai tempat ritual. Kolam yang berukuran sekitar 2x5 meter ini terlihat bersih dan tertata rapi. Pada dinding kolam dipahatkan relief cerita binatang (fabel) dengan tokoh kura-kura, buaya, kerbau dan lain-lain.


Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1988. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

http://navigasi.net
http://id.wikipedia.org

Sunday, 23 October 2011

Pantai Balaikambang (Malang)

Pantai Balaikambang merupakan salah satu tempat wisata di Malang. Pantai Balai Kambang masuk wilayah Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang, Malang Selatan/Bantur. Dengan kondisi alam yang bersih, Balaikambang sesuai untuk tempat wisata keluarga. Di sini pun ada dua pulau karang kecil, salah satunya Pulau Ismaya yang memiliki pura. Terkadang, di tempat ini juga dipergunakan ritual agama Hindu atau Budha, misalnya pada hari raya Nyepi. Bila perjalanan dari Kota Malang, anda akan melewati beberapa perkampungan kecil dan hutan kecil serta hamparan sawah di kiri kanan sepanjang perjalanan menuju ke lokasi.

Bila dari Kota Kepanjen, Anda tinggal ke arah timur lebih dahulu kemudian ke selatan, melewati Kecamatan Gondanglegi, menuju Desa Srigonco, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

Setelah Anda tiba di perempatan Kota Kepanjen, silahkan belok ke kiri, arah ke Stadion Kanjuruhan Kepanjen. Nah, dari Stadion Kanjuruhan lurus saja ke arah timur menuju ke sebuah pertigaan di Gondanglegi, untuk menuju ke arah selatan, arah ke Pantai Balekambang.

Pantai Balekambang bila dari Kota Malang berjarak sekitar 63 km, atau bila ditempuh dalam perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam saja.


Mengunjungi Pantai Balekambang, Anda akan menemui panorama indah seperti pantai pasir putih mempesona, landai, dan dihiasi karang laut sepanjang dua kilometer dengan air jernih dan ikan yang berenang di antara kaki Anda, serta Pulau Ismoyo dengan pura dan jembatannya di sebelah barat.

Setiap tahunnya pura Hindu yang yang indah dan seperti sempalan Pulau Bali ini menjadi lokasi pelaksanaan upacara ritual dan adat Jalanidhi Puja, serta Suran, atau upacara tahun baru Jawa. Sosoknya yang menawan dan rupawan telah menjadi salah satu hal yang paling ikonik dari objek wisata Pantai Balekambang.

Ada berbagai hal menarik yang dapat Anda lakukan, seperti berkemah di kawasan camping ground di tepi pantai, wisata kuliner dan suvenir, serta memancing sambil menikmati pemandangan matahari terbenam adalah sesuatu yang sederhana, namun sungguh sangat menakjubkan.

Goa Gong (Pacitan)

Goa Gong terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Pacitan, sekitar 30 kilometer dari Kota Pacitan. Jika ingin menyingkat waktu, perjalanan ke goa tersebut dapat ditempuh melewati jalur utara, melalui Jalan Pacitan-Pringkuku.
Namun, jika ingin sedikit berlama-lama sambil menikmati keindahan Samudera Hindia dari atas bukit, perjalanan dapat ditempuh melalui jalur selatan yang menuju ke arah Pantai Teleng Ria. Perjalanan dapat ditempuh selama sekitar 45 menit melalui jalan yang berkelok.
Kamis siang itu, jam menunjukkan pukul 11.30 dan cuaca di depan mulut goa cukup panas. Begitu memasuki goa, udara lembap langsung terasa dan memaksa para pengunjung mengucurkan keringat. Seperti Tri Utomo, wisatawan asal Jambi, yang langsung melepas jaketnya ketika memasuki goa.
Setelah memasuki goa lebih dalam, barulah terlihat beberapa kipas angin berukuran besar yang dipasang di beberapa sudut goa. Namun, tetap saja udara di dalam goa masih pengap.
Goa Gong yang memiliki tujuh ruang dan empat sendang itu sudah dirancang untuk dapat dimasuki siapa saja. Tidak perlu khawatir jika tidak membawa peralatan khusus. Dengan membayar tiket masuk Rp 4.000, pengunjung dapat menikmati keindahan ornamen goa sambil menyusuri jalan setapak berpagar besi sepanjang lebih kurang 300 meter. Jalan yang terbuat dari semen itu dibuat memutar sehingga pengunjung dapat mengakhiri perjalanannya di titik keberangkatan.
Menurut Sumanan, seorang pemandu wisata, ornamen tertentu di dalam goa dapat menghasilkan bunyi sehingga goa itu dinamakan Gong. Beberapa pengunjung yang penasaran pun mencoba mengetuk-ketuk stalaktit dan stalakmit dengan kepalan tangan. Namun, tidak ada suara yang keluar.
Tanpa membawa senter, ruang-ruang di dalam goa sudah cukup terang. Lampu-lampu sorot berwarna-warni yang diletakkan di berbagai sudut menerangi seluruh stalaktit dan stalakmit yang menjadi daya tarik utama goa itu. Ornamen goa yang semula berwarna putih gading atau coklat kekuningan berubah warna menjadi merah, biru, kuning, dan hijau.
"Goa Gong sudah tidak alami lagi. Bahkan, bisa dikatakan rusak. Seharusnya, ornamen goa tidak perlu disorot dengan lampu-lampu seperti itu," kata Direktur Mandira Tours and Travel Solo, Seno Hadi Prayitno. Lampu sorot yang memancarkan panas itu dapat mengurangi aliran air yang mengucur melalui stalaktit. Kelembapan alami juga semakin berkurang karena ada kipas angin.
Mulut goa juga ditempeli ornamen batuan cadas buatan yang dinilai semakin mengurangi kealamian Goa Gong . Di sebelah kanan mulut goa --masih di atas ornamen buatan-- terpasang prasasti yang mencantumkan nama dua warga Desa Bomo yang menemukan Goa Gong tahun 1924 dan delapan warga lainnya yang membuka goa itu untuk umum tahun 1995.

Candi Baturaja (Karawang)

Situs Batujaya merupakan kompleks candi yang menempati areal seluas 40 ha, meliputi dua desa, yaitu Segaran dan Telagajaya di Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang. Dari kota Karawang, kompleks candi tersebut brejarak 39 kilometer ke arah barat Kota Karawang, sekitar 6 km dari garis pantai utara.

Saat ini, kompleks Candi Batujaya merupakan areal persawahan dan pemukiman penduduk. Sebagian besar bangunan purbakala di lokasi tersebut masih tertimbun dalam 'unur' atau 'lemah duwur' (tanah darat menyembul diantara pesawahan). Sampai dengan pertengahan tahun 2004 ini, penggalian dan penelitian di kompleks percandian di Batujaya masih terus berlangsung di bawah pengawasan Tim Peneliti Situs Batujaya dari Universitas Indonesia.

Sejauh ini belum dapat dipastikan kapan dan oleh siapa candi-candi di Batujaya ini dibangun, karena data yang telah didapatkan mengenai situs purbakala ini sangat sedikit. Rekonstruksi bangunanan candi juga sulit dilakukan karena candi-candi Batujaya terbuat dari batu bata. Upaya para arkeolog untuk menemukan jawaban atas pertanyaan itu terhambat oleh ketidaktersediaan dana. Bantuan dana yang pernah didapat untuk penelitian dan penggalian kompleks Batujaya ialah dari PT Ford Motor Indonesia, yang diberikan pada tahun 2003.


Walaupun belum didapatkan data mengenai kapan dan oleh siapa candi-candi di Batujaya dibangun, namun para pakar arkeologi menduga bahwa candi-candi tersebut merupakan yang tertua di Jawa, yang dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara (Abad ke-5 sampai ke-6 M). Sampai tahun 1997 sudah 24 situs candi yang ditemukan di Batujaya dan baru 6 di antaranya, umumnya merupakan hanya sisa bangunan, yang sudah diteliti. Tidak tertutup kemungkinan bahwa masih ada lagi candi-candi lain di Batujaya yang belum ditemukan. Yang menarik, semua bangunan candi menghadap ke arah yang sama, yaitu 50 derajat dari arah utara.

Di antara situs yang sudah selesai digali dan diteliti oleh para ahli purbakala adalah situs Candi Jiwa dan Situs Candi Blandongan yang jaraknya tidak terlalu berjauhan. Data yang didapat mengenai Candi Blandongan adalah bahwa panjangnya 21,6 m dan bahwa bangunan itu menghadap barat laut. Bentuk bentuk dan strukturnya belum diketahui. Fungsi Candi Blandongan juga belum dapat dipastikan, walaupun dalam bahasa setempat, kata 'blandongan' berarti pendapa atau bangunan besar untuk pertemuan atau menerima tamu. Berdasarkan bentuk bangunan stupa yang ditemukan di desa Segaran Telagajaya, diduga kompleks percandian Batujaya berlatar belakang agama Buddha.

Pantai Popoh (Tulungagung)

Mengenai obyek wisata pantai, tidak perlu diragukan lagi bahwa kota Tulungagung memiliki banyak koleksi pantai maupun teluk. Salah satunya yang sudah dikenal baik wisatawan Domestik maupun Mancanegara adalah Pantai Indah Popoh Tulungagung, Jawa Timur.

Pantai yang langsung berhadapan langsung dengan laut Bebas Samudera Hindia ini memang banyak menawarkan keeksotikan keindahan panorama pantai, baik wisata bahari maupun keindahan deburan ombaknya.

Dari sisni dapat dijelaskan bahwa pantai ini memang dikelola dengan serius dan berkesinambungan oleh pemerintah daerah Tulungagung hal ini dapat dilihat dengan kelengkapan fasilitas yang ditawarkan dan akses sarana dan prasarana yang ada.


Dari tahun-ke tahun tingkat pengunjung selalu meningkat secara signifikan, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa PIP memang menawarkan nilai lebih untuk dijadikan tempat rekreasi dan darmawisata. Suasana pantai yang berhadapan langsung dengan laut bebas menjadikan PIP bernuansa wisata bahari yang sesungguhnya.

Kita bisa merasakan wisata bahari dengan mengelilingi Teluk Popoh yang begitu fresh dan Nature, kita juga bisa melihat keindahan pantai lain disekitar Popoh yang jaraknya begitu dekat yaitu pantai Sidem, Pantai Sine dan pantai Klathak. Ketiga pantai ini masih berada disekitaran teluk Popoh sehingga baik keindahan maupun panorama yang disuguhkan memiliki tingkat nilai yang sama.


Dalam berwisata ke PIP dalam perjalanan kita akan melewati daerah yang hanya ada satu di Indonesia, apakah gerangan?.. daerah Besole..daerah ini sangat terkenal sebagai daerah pengrajin Onik batu pualam yaitu batu Marmer. Marmer hanya ada di Tulungagung, hampir semua gunung-gunung di daerah Besole Tulungagung merupakan daerah penambangan Marmer. Sehingga disini akan anyak sekali dijumpai buah tangan dari kerajinan batu marmer.

Pantai Popoh merupakan salah satu obyek wisata andalan daerah Tulungagung, berbagai acara selalu diadakan di kawasan wisata ini baik itu musik ataupun acara-acara lain. Hampir setiap hari libur dan hari besar kawasan wisata ini selalu dipadati pengunjung, baik yang berasal dari sekitar Tulungagung maupun luar Tulungagung bahkan tidak sedikit yang berasal dari luar negeri.

Candi cangkuang (Garut)

Candi Cangkuang terletak di Kampung Pulo, Desa Cangkuang , Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Desa Cangkuang dikelilingi oleh empat gunung besar di Jawa Barat, yang antara lain Gunung Haruman, Gunung Kaledong, Gunung Mandalawangi dan Gunung Guntur. Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa tempat candi ini berada. Kata 'Cangkuang' sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan (pandanus furcatus), yang banyak terdapat di sekitar makam, Embah Dalem Arief Muhammad, leluhur Kampung Pulo. Daun cangkuang dapat dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren.
 
Cagar budaya Cangkuang terletak di sebuah daratan di tengah danau kecil  (dalam bahasa Sunda disebut situ), sehingga untuk mencapai tempat tersebut orang harus menggunakan rakit. Selain candi, di pulau itu juga terdapat pemukiman adat Kampung Pulo, yang juga menjadi bagian dari kawasan cagar budaya.

Candi Cangkuang ditemukan kembali oleh Tim Sejarah Leles pada tanggal 9 Desember 1966. Tim penelitian yang disponsori oleh Bapak Idji Hatadji (CV. Haruman) ini diketuai oleh Prof. Harsoyo,  Uka Tjandrasasmita (ketua penelitian sejarah Islam dan lembaga kepurbakalaan),  dan mahasiswa dari IKIP Bandung. Penelitian dilaksanakan berdasarkan tulisan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 yang menyatakan bahwa di Desa Cangkuang terdapat makam kuno  dan sebuah arca yang sudah rusak.  Disebutkan bahwa temuan itu berlokasi di bukit Kampung Pulo.

Makam dan  arca Syiwa yang dimaksud memang diketemukan. Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan sebuah bangunan candi. Makam kuno yang dimaksud adalah makam Arief Muhammad  yang dianggap penduduk setempat sebagai leluhur mereka.

 Pada awal penelitian terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan  bangunan candi dan di sampingnya terdapat  sebuah makam kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan bangunan. Dengan ditemukannya batu-batu andesit berbentuk balok, tim peneliti yang dipimpin Tjandrasamita merasa yakin bahwa di sekitar tempat tersebut semula terdapat sebuah  candi.  Penduduk setempat seringkali menggunakan balok-balok tersebut untuk batu nisan.

Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti melakukan penggalian di lokasi tersebut. Di dekat kuburan Arief Muhammad peneliti menemukan fondasi candi berkuran 4,5 x 4,5 meter dan batu-batu candi lainnya yang berserakan.

Dengan penemuan tersebut Tim Sejarah dan Lembaga Kepurbakalaan segera  melaksanakan  penelitian didaerah tersebut. Hingga tahun 1968 penelitian masih terus berlangsung. Proses pemugaran Candi dimulai pada tahun 1974-1975 dan pelaksanaan rekonstruksi dilaksanakan pada tahun 1976 yang meliputi kerangka badan, atap dan patung Syiwa serta dilengkapi dengan sebuah joglo museum dengan maksud untuk dipergunakan menyimpan dan menginventarisir benda-benda bersejarah bekas peninggalan kebudayaan dari seluruh Kabupaten Garut. Dalam pelaksanaan pemugaran pada tahun 1974 telah ditemukan kembali batu candi yang merupakan bagian-bagian dari kaki candi.   Kendala utama rekonstruksi candi adalah batuan candi yang ditemukan hanya sekitar 40% dari aslinya, sehingga batu  asli yang digunakan merekonstruksi  bangunan candi tersebut hanya sekitar 40%. Selebihnya dibuat dari adukan semen, batu koral, pasir dan besi.  


Candi Cangkuang merupakan candi pertama dipugar, dan juga untuk mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. Para ahli menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8, didasarkan pada:
1. tingkat kelapukan batuannya;
2. kesederhanaan bentuk (tidak adanya relief).

Setelah dipugar, Candi Cangkuang  mempunyai ukuran yang sesuai dengan keadaan alamnya. Tinggi bangunan sampai ke puncak atap adalah 8,5 m. Tubuh candi berdiri di atas kaki  berdenah bujur sangkar berukuran 4,5 X 4,5 m.  Atap candi bersusun-susun membentuk piramid. Sepanjang tepian setiap susunan dihiasi semacam mahkota-mahkota kecil, mirip yang terdapat di candi-candi Gedongsanga.

Pintu masuk ke  ruangan dalam tubuh candi terletak di sisi timur. Untuk mencapai pintu terdapat tangga selebar sekitar 75 cm setinggi sekitar 1 m. Pintu masuk tersebut diapit dinding yang membentuk bingkai pintu. Tidak terdapat hiasan pahatan pada bingkai pintu. 

 Saat ini di ambang pintu masuk ke ruangan tersebut telah dipasang pintu berterali besi yang terkunci.Dalam candi terdapat ruangan  seluas  2,2 m2 dengan tinggi  3,38 m.  Di tengah ruangan terdapat arca Syiwa setinggi 62 cm. Konon tepat di bawah patung terdapat lubang sedalam 7 m, namun hal itu tidak dapat dibuktikan karena pengunjung tidak diperkenankan masuk ke ruangan.

Pantai Prigi (Trenggalek)

Pejalanan wisata bahari kali ini sampai daerah Trenggalek. Kabupaten yang mempunyai makna terang inggalih (terang di hati) berada di Jawa Timur bagian selatan, sekitar 186 km dari Surabaya. Posisi daerahnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sehingga Trenggalek memiliki banyak kawasan pantai yang berpotensi untuk wisata bahari.

Salah satunya adalah Pantai Prigi di Desa Tasik Madu, Kecamatan Watulimo, sekitar 48 km arah selatan kota Trenggalek. Di pantai ini juga terdapat pelabuhan nusantara, pelabuhan penangkapan ikan terbesar di pantai selatan Pulau Jawa. Ikan tangkapan dari sini terkenal mutu dan rasanya yang bagus.

Selain itu, kawasan Pantai Prigi juga dilengkapi berbagai fasilitas wisata berupa tempat parkir yang luas, bumi perkemahan yang teduh, hotel dengan auditorium, rumah makan, serta lapangan tenis. 

Pada Bulan Selo (penanggalan jawa), nelayan Pantai Prigi menggelar upacara tradisional “Larung Sombonyo”. Upacara ini merupakan rasa syukur kepada Tuhan sekaligus sebagai peringatan pernikahan Raden Tumenggung Yudha Negara, seorang kepala prajurit Kerajaan Mataram yang berhasil membuka wilayah Prigi dengan jaminan bersedia menikahi Putri Gambar Inten.

Candi Jago (Malang)

Situs Candi Jago terletak di Desa Jago, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Candi ini dahulunya bernama Jayaghu. Candi ini menurut Negarakertagama diketahui sebagai salah satu candi pendharmaan bagi Maharaja Wisnuwardhana. Hayam Wuruk disebutkan pernah melakukan kunjungan ziarah ke makam leluhurnya yakni Wisynuwardhana yang dicandikan di Jayaghu atau Jago.
Sekalipun Candi jago diketahui sebagai makam Maharaja Wisynuwardhana, namun jika dilihat dari bentuk arsitektur dan ragam hiasnya maka bangunan itu berasal dari zaman majapahit akhir. Pada tahun 1272 Saka atau 1350 Masehi, misalnya, candi itu pernah diperbaiki oleh Adityawarman. Dan sesudah itu, candi itu tampaknya mengalami beberapa kali pemugaran pada kurun akhir majapahit yakni pada pertengahan abad ke 15.
Dilihat dari bentuk arsitekturnya, Candi Jago mirip sekali dengan bentuk punden berundak yang merupakan ciri bangunan religi dari zaman megalithikum yang mengalami kebangkitan kembali pada massa akhir majapahit. Badan candi terletak diatas kaki candi yang bertingkat tiga. Bangunan utama candi terletak agak kebelakang dan menduduki teras tinggi. Diduga pada bangunan utama itu diberi atap dari ijuk sebagaimana pura-pura di Bali. Bahkan dari sudut pandang aetiologi nama Desa Tumpang tempat dimana Candi Jago berada tentu berasal dari bentuk candi tersebut, sebab didalam bahasa Jawa kuno kata Tumpang memeliki arti "lapis, deretan bertingkat, bersusun, membangun dalam deretan bertingkat".
Arca Amoghapasa dewa tertinggi dalam agama Buddha Tantra yang memiliki tangan delapan adalah perwujudan dari Wisynuwarddhana sebagaimana disebut dalam Negarakertagama. Aca tersebut saat ini masih tersisa dihalaman candi tetapi kepalanya telah hilang.  Disamping Archa Amoghapasa terdapat arca Bhaiwara yang putus kepalanya dan beberapa arca kecil serta sisa-sisa bangunan candi yang berserak disekitar area candi. Sedang arca-arca lain yang pernah diperoleh dari area candi ini disimpan di Museum Jakarta.
Sementara ditinjau dari ragam hias terutama relief-relief yang menghiasi tubuh candi  yang mengisahkan lakon Krishnayana, Parthayajna dan Kunjakarna, makin menyakinkan bahwa bangunan candi tersebut berasal dari masa akhir Majapahit meski bahan-bahan batunya sangat mungkin berasal dari masa singosari atau masa ketika candi itu direnovasi oleh Adityawarman. Kisah Parthayajna dan Kunjakarna, adalah kakawin yang ditulis Mpu Tanakung yang hidup pada masa akhir zaman Majapahit. Menurut P.J. Zoetmulder (1983), kedua kakawin itu dipahatkan sebagai relief  pada sebuah candi di Jawa Timur yakni Candi Jago.
Relief Kunjakarna yang menghiasi bagian teras Candi jago menceritakan Boddhicitta Wairocana di wihara yang sedang mengajarkan dharma kepada para Jina, Boddhisattwa, Bajrapani dan dewa-dewa. Pada saat yang sama yaksa bernama Kunjarakarna melakukan meditasi Buddha di Gunung Semeru agar dapat dibebaskan dari wataknya sebagai setan pada inkarnasi berikutnya.
Relief Parthahayajna menuturkan perjalanan Arjuna ke Gunung Indrakila guna melatih diri lewat tapabrata agar memperoleh bantuan senjata dari dewa. Gunung Indrakila adalah tempat ia bisa berjumpa dengan para dewa, tetapi harus melalui Resi Dwipayana, mahaguru dalam ajaran dan praktek Sivadharma. Resi Dwipayana mengajarai Arjuna tata cara untuk mencapai pembebasan dan persatuan dengan hakekat Siva. Setelah satu tahun, di Gunung Indrakila, Arjuna dikisahkan berhasil mencapai tujuannya di mana Siva menampakkan diri sebagai Hyang Kirata.
Relief Krisnayana dapat ditafsirkan sebagai suatu perwujudan kisah perkawinan Maharaja Wisynuwarddhana dengan Nararya Waning Hyun, yakni lambang perkawinan dewa Wisnu dengan dewi Sri  yang menitis dalam wujud Kresna dan Rukmini. Didalam kakawin krynayana disebutkan bahwa tokoh Prthukirti, ibu Rukmini, adalah adik Kunti dan Basudewa. jadi Kresna dan Rukmini adalah saudara sepupu. Hal itu sesuai dengan fakta bahwa Wisynuwarddhana adalah sepupu Waning Hyun. Pada akhirnya, Kresna berhasil menikahi Rukmini dan hidup bahagia dengan dikaruniai sepuluh orang anak.
sumber: buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang


Candi Kidal (Malang)

Candi Kidal (tinggi 12,5 m, luas: 35 m2) terletak didesa Rejokidal sekitar 20 km sebelah timur kota Malang - Jawa Timur. Candi Kidal dibangun pada 1248 M, bertepatan dengan berakhirnya upacara pemakaman Cradha untuk Raja Anusanatha (Anusapati), pengganti Raja Rajasa Sang Amurwabhumi. Anusapati diarcakan sebagai Siwa dan ditempatkan di ruang utama candi. Namun sekarang ini arca tersebut tidak berada pada tempatnya lagi.











Dari daftar buku pengunjung yan ada nampak bahwa Candi kidal tidaklah sepopuler temannya Candi Singosari, Jago atau Jawi. Hal ini karena Candi Kidal terletak jauh dipedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata. Lokasi candi ini sendiri berada dipinggir jalan utama desa, namun karena terletak menjorok agak ke dalam sehingga sulit dilihat sebelum benar-benar tepat berada di depan gerbang masuk kawasan candi.
Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Kaki candi nampak agak tinggi dengan tangga masuk keatas kecil-kecil seolah-olah bukan tangga masuk sesungguhnya. Ukuran tubuh candi lebih kecil dibandingkan luas kaki serta atap candi, sehingga menekankan kesan ramping. Atap candi terdiri atas tiga bagian dengan bagian paling atas mempunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti ratna atau stupa. Masing-masing lapisan disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan . Konon katanya tiap pojok lapisan atap candi dulu tempat berlian kecil.















Hiasan kepala kala nampak menyeramkan dengan matanya melotot penuh. Mulutnya terbuka dan nampak dua taringnya yang besar dan bengkok memberi kesan dominan. Adanya dua taring tersebut juga merupakan ciri khas candi corak Jawa Timuran. Disudut kiri dan kanan terdapat jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam. Maka sempurnalah tugasnya sebagai penjaga bangunan suci candi.
Dilihat dari usianya, Candi Kidal merupakan candi paling tua dari peninggalan candi-candi di Jawa Timur. Hal ini karena periode Airlangga (11-12 M) dan (Kediri (12-13 M) tidak meninggalkan sebuah candi, kecuali Candi Belahan dan Jolotundo yang sesungguhnya bukan merupakan candi melainkan pertirtaan. Bertitik tolak dari uraian diatas, dengan masih memiliki corak Jawa Tengahan dan mengandung unsur Jawa Timuran, maka Candi Kidal dibangun pada masa transisi dari kedua periode tersebut. Bahkan Candi Kidal disebut sebagai prototipe candi periode Jawa Timur-an.
Nama Kidal sendiri sangat mungkin berasal dari bentuk ragam hias candi makam Anusapati yang tidak lazim, dimana umumnya ragam hias terutama relief-relief pada candi bersifat paradaksina (sansekerta = searah jarum jam, dari kanan ke kiri), tetapi Candi Kidal justru bersifat prasawya (sansekerta = berlawanan arah jarum jam, dari kiri ke kanan). Kidal sendiri dalam bahasa Jawa Kuno bermakna "kiri".







[navigasi.net] Budaya - Candi Kidal
Motif hiasan yang berbentuk medalion yang dipenuhi beragam hias tumbuh-tumbuhan, bunga-bungaan dan sulur-suluran


Candi Kidal adalah satu-satunya candi Jawa yang meiliki narasi cerita Garuda terlengkap. Terdapat tiga relief Garuda dalam candi ini, yang pertama Garuda dengan menggendong tiga ular besar, relief kedua melukiskan garuda dengan kendi diatas kepalanya dan relief ketiga Garuda menyangga seorang wanita diatasnya. Diantara ketiga relief tersebut, relief kedua adalah yang paling indah dan masih utuh.
Sebuah pertanyaan, mengapa dipahatkan relief garuda (garudeya) pada candi kidal ? Apa hbungannya dengan Anusapati ? Kemungkinan besar sebelum meninggal, Anusapati berpesan kepada keluarganya agar kelak dicandi yang didirikan untuknya supaya dibuatkan relief Garudeya. Dia sengaja berpesan demikian karena bertujuan meruwat ibunya, Kendedes, yang sangat dicintainya, yang selalu menderita dan selama hidupnya belum sepenuhnya menjadi wanita utama.
Legenda ....................
Dalam kesusasteraan Jawa kuno, terdapat cerita populer dikalangan rakyat yaitu Garudeya, yakni kisah perjalanan garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.







[navigasi.net] Budaya - Candi Kidal
Relief Garudeya dengan air amerta, terletak disisi timur candi


Dikisahkan bahwa Kadru dan Winata adalah dua bersaudara istri Resi Kesiapa. Kadru mempunyai anak angkat tiga ekor ular dan Winata memiliki anak angkat garuda. Kadru yang pemalas merasa bosan dan lelah mengurusi tiga anak angkatnya yang nakal-nakal karena sering menghilang diantara semak-semak. Timbullah niat jahatnya Kadru untuk menyerahkan tugas ini kepada winata. Diajaklah Winata bertaruh pada warna ekor kuda putih Uccaihswara yang sering melewati rumah mereka, dengan catatan yang kalah harus menuruti segala perintah pemenang. Kadru menganggap warnanya adalah hitam sedangkan Winata menganggap warnanya adalah putih.
Para ular tahu bahwa ibu mereka salah. Mereka memberi tahu Kadru, ibunya. Kadru kemudian membuat rencana agar anak-anaknya, para ular mengubah warna ekor kuda Uccaihswara dengan bisanya. Usaha ibu beranak itu berhasil, Winata kalah dan dijadikan budak oleh Kadru. Sejak saat itu Winata diperintahkan melayani segala keperluan Kadru dan mengasuh ketiga ular setiap hari. Winata selanjutnya meminta tolong pada Garudeya, anaknya utnuk membantu (relief pertama).
Ketika Garudeya tumbuh besar, dia bertanya kepada ibunya mengapa dia harus menjaga ketiga saudara angkatnya. Setelah diceritakan tentang pertaruhan kuda Uccaihswara, maka Garudeya mengerti. Ditanyakanlah kepada ketiga ular tersebut bagaimana caranya supaya ibunya dapat terbebas dari perbudakan ini. Dijawab oleh ular "bawakanlah aku air suci amerta yang disimpan di kahyangan serta dijaga para dewa dan berasal dari lautan susu". Garudeya menyanggupi dan segera mohon ijin ibunya untuk berangkat ke kahyangan.







[navigasi.net] Budaya - Candi Kidal
Relief Garudeya mengendong ibunya, terletak disisi utara candi


Tentu saja para dewa tidak menyetujui keinginan Garudeya sehingga terjadi perkelahian. Namun para dewa dapat dikalahkan. Melihat hal ini Batara Wisnu turun tangan dan Garudeya dapat dikalahkan. Setelah mendengar cerita Garudeya tentang keinginannya mendapatkan amerta, maka Batara Wisnu memeperbolehkan dengan syarat Garudeya harus mau jadi kendaraan tunggangannya. Garudeya menyetujui, sehingga bisa membawa air amerta kembali turun ke bumi (relief kedua).
Sejak saat itu pula Garudeya menjadi tunggangan Batara Wisnu. Dan dengan bekal air suci amerta inilah akhirnya Garudeya dapat membebaskan ibunya dari perbudakan atas Kadru. Hal ini digambarkan pada relief ketiga dimana Garudeya dengan gagah perkasa menggendong ibunya dan bebas dari perbudakan.

Disadur dari artikel wisata Candi Kidal dan buku Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang

Candi Sumur (Sidoarjo)

Lokasi Candi Sumur ini hanya berjarak +/- 100 meter dari Candi Pari. Berbeda dengan Candi Pari yang memiliki ukuran jauh lebih besar dan boleh dibilang berhasil direnovasi ulang, Candi Sumur tidaklah demikian. Ukuran Candi ini lebih kecil kira-kira hanya setengah dari Candi Pari dan hanya berhasil dipugar separuhnya saja. Tak heran ketika pertama kali melihat candi ini timbul tanda tanya akan bentuknya yang aneh tersebut. Sisi dinding yang tegak hanyalah sebagian saja yang tentunya hal ini rawan terhadap runtuhnya bangunan tersebut apabila dibiarkan begitu saja. Untuk menghindari dari runtuhnya bagian tersebut pada bagian dalam dibangun kerangka dari semen yang berfungsi sebagai penopang dan pengikat susunan badan candi yang masih ada. Kemungkinan besar tidak diketemukannya sisa-sisa batu pembentuk dinding candi, dan tidak adanya informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi bentuk asal dari candi tersebut menyebabkan Candi Sumur ini direnovasi seperti apa yang bisa kita lihat sekarang.
Candi Sumur ini diperkirakan dibangun bersamaan dengan Candi Pari, dan seperti halnya Candi Pari, Candi Sumur juga terbentuk dari susunan batu bata merah bukan dari batu andesit yang umumnya kita jumpai pada candi-candi lain. Pada bangunan candi ini juga tidak ditemukan ukiran atau relief-relief yang mendhias dinding atau kaki candi. Bentuk unik hanya terlihat dari susunan anak tangga yang berada di sisi selatan candi. Anak tangga ini cukup "curam" dan tidak memiliki dinding tangga di bagian sisinya, sehingga perlu perhatian extra bila pengunjung ingin menaikinya dikarenakan bata penyusun anak tangga atau tempat berpijak kaki itu sendiri tidak tersusun rata dan rapi. Memang, meskipun Candi Sumur tampak jelas telah mengalami renovasi, namun batu-batu penyusun candi nampak belum diatur dengan rapi dan ditambah dengan batu-batu pengganti untuk sisi-sisi yang hilang. Bentuk candi yang berhasil direnovasi juga belum mampu memberikan gambaran secara lebih jelas dan pasti akan lekuk-lekuk badan dan sudut-sudut candi. Kajian ulang terhadap arsitektur bangunan Candi Sumur ini nampaknya perlu dilakukan secara lebih terperinci lagi, sehingga bagian-bagian yang berongga dari dinding candi bisa diisi dengan batu-batu pengganti yang nantinya akan memperjelas bentuk badan candi, seperti apa yang tengah dilakuakn terhadapa situs Batujaya - Karawang, Jawa Barat.







[navigasi.net] Budaya - Candi Sumur
Anak tangga yang tanpa memiliki dinding/pegangan dibagian sisinya. Tampak jelas bahwa batu penyusun anak tangga tidak tersusun secara rapi, masih banyak terdapat bagian-bagian yang hilang sehingga memerlukan perhatian ekstra bila ingin menaikinya


Mungkin dikarenakan letaknya yang berdekatan dengan Candi Pari dan memiliki ukuran yang lebih kecil, di lokasi Candi Sumur tidak terdapat pos penjaga yang biasa dipakai sebagai tempat menyimpan sisa-sisa bangunan candi maupun petugas/juru kunci candi. Sayang sekali saat saya menuju lokasi ini petugas yang biasa memberikan informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan candi, tidak sedang berada ditempat. Hanya ada seorang penduduk setempat yang menemani dan berusaha memberikan informasi yang dia ketahui. Informasi yang coba saya gali dari situs-situs di internet juga tidak ada yang mampu memberikan informasi lebih banyak tentang asal usul Candi Sumur ini, semua informasi yang ada hanya berkaitan dengan Candi Pari, dan tampaknya Candi Sumur memang lebih bersifat suplement/tamabahan dari keberadaan Candi Pari.

Saturday, 22 October 2011

Candi Tikus (Mojokerto)

Candi tukus terletak di dukuh Dinuk Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini berukuran 29,5X28,25 meter dan tinggi keseluruhan 5,2 meter. Nama candi tikus diambil dari sejarah penemuannya yang ketika itu pertama kali ditemukan di sana ditemukan banyak sekali tikus, dan hama tikus ini menyerang pertanian desa di sekitarnya. Pertama kali ditemukan pada tahun 1914 kemudian baru dilakukan pemugaran pada tahun 1983-1986.

Menurut beberapa sumber menyebutkan bahwa Candi Tikus merupakan replika atau lambang Mahameru. Candi ini disebut Candi Tikus karena sewaktu ditemukan merupakan tempat bersarangnya tikus yang memangsa padi petani
Di tengah Candi Tikus terdapat miniatur empat buah candi kecil yang dianggap melambangkan Gunung Mahameru tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran/jaladwara yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air ini dianggap sebagai air suci amrta, yaitu sumber segala kehidupan.
Arsitektur bangunan melambangkan kesucian Gunung Mahameru sebagai tempat bersemayamnya para dewa. Menurut kepercayaan Hindu, Gunung Mahameru merupakan tempat sumber air Tirta Amerta atau air kehidupan, yang dipercaya mempunyai kekuatan magis dan dapat memberikan kesejahteraan, dari mitos air yang mengalir di Candi Tikus dianggap bersumber dari Gunung Mahameru.
Gunung meru merupakan gunung suci yang dianggap sebagai pusat alam semesta yang mempunyai suatu landasan kosmogoni yaitu kepercayaan akan harus adanya suatu keserasian antara dunia dunia (mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Menurut konsepsi Hindu, alam semesta terdiri atas suatu benua pusat yang bernama Jambudwipa yang dikelilingi oleh tujuh lautan dan tujuh daratan dan semuanya dibatasi oleh suatu pegunungan tinggi. Jadi Sangat mungkin Candi Tikus merupakan sebuah petirtaan yang disucikan oleh pemeluk Hindu dan Budha, dan juga sebagai pengatur debit air di jaman Majapahit.


Candi Jiwa (Karawang)



Candi Jiwa merupakan bagian dari beberapa candi peninggalan jaman kerajaan Tarumanegara. Candi Budha ini pertama kali ditemukan oleh seorang petani pada tahun 1984 yang menemukan hewan gembalanya mati di tempat tersebut. Lokasi situs ini adalah di desa Segaran, Kecamatan Batu Jaya, Kabupaten Karawang Jawa Barat, kira-kira 36 km dari Pasar Rengasdengklok.

Bersama Pandi pemandu yang juga penduduk setempat kami melihat-lihat candi Jiwa, Blandongan serta sumur tua yang berada pada situs candi Unur Lempeng. Pandi menceritakan selain sisa bangunan candi di situs tersebut juga ditemukan gerabah, kerangka manusia serta perhiasan dan pedang. Penggalian yang dipimpin oleh balai Purbakala dari Propinsi Banten ini. Candi Jiwa merupakan candi yang sudah selesai dipugar, seperti terlihat pada gambar. Sedangkan candi Blondongan masih dalam taraf rekonstruksi. Berikutnya mungkin adalah candi Unur Lempeng yang akan direkonstruksi.

Data Candi Se-Indonesia

Daftar candi yang terdapat di Jawa Barat :
  • Candi Cangkuang (Garut)
  • Candi Jiwa (Kerawang)
  • Situs percandian Batujaya (Kerawang)
Daftar candi yang terdapat di Jawa Tengah :
  • Candi Borobudur, Borobudur, Magelang
  • Candi Mendut, Mendut, Magelang
  • Candi Pawon, Borobudur, Magelangi
  • Candi Bubrah, Prambanan
  • Candi Ngawen, Muntilan, Magelang
  • Candi Asu, Magelang
  • Candi Lumbung, Magelang
  • Candi Canggal atau Candi Gunung Wukir, Salam, Magelang
  • Candi Selagriya, Magelang
  • Candi Losari, Salam, Magelang
  • Candi Gunungsari, Muntilan, Magelang
  • Candi Prambanan, Prambanan, Klaten
  • Candi Plaosan (Lor), Prambanan, Klaten
  • Candi Plaosan Kidul, Prambanan, Klaten
  • Candi Sewu, Prambanan, Klaten
  • Candi Lumbung, Prambanan, Klaten
  • Candi Sojiwan, Prambanan, Klaten
  • Candi Sukuh, Karanganyar
  • Candi Cetho, Karanganyar
  • Candi Kethek, Karanganyar
  • Kompleks Candi Gedong Songo, Semarang
  • Kompleks Candi Dieng, Banjarnegara
  • Candi Arjuna
  • Candi Puntadewa
  • Candi Bima
  • Candi Gatotkaca
  • Candi Semar
  • Candi Srikandi
  • Candi Dwarawati
  • Candi Sembadra
  • Candi Bogang, Wonosobo
  • Candi Pringapus, Parakan, Temanggung
  • Candi Gondosuli, Bulu, Temanggung
  • Candi Dukuh, Salatiga
Daftar candi yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) :
  • Situs Arca Gupolo
  • Situs Goa Sentono
  • Situs Mantup
  • Candi Kalasan
  • Candi Banyunibo
  • Candi Ratu Boko
  • Candi Sambi Sari
  • Candi Sari
  • Candi Ijo
  • Candi Barong
  • Candi Kedulan
  • Candi Gebang
  • Candi Morangan
  • Candi Gampingan
  • Candi Watu Gudhig
  • Situs Payak, Bantul
  • Candi Keblak
  • Candi Abang
  • Candi Miri
  • Candi Dawangsari
  • Situs candi Gembirowati
Daftar candi yang terdapat di Jawa Timur :
  • Candi Gambar
  • Candi Badut (Malang)
  • Candi Jago (Tumpang, Malang)
  • Candi Kidal (Malang)
  • Candi Singosari (Singosari, Malang)
  • Candi Sanggariti (Batu, Malang)
  • Stupa Sumberawan (Singosari, Malang)
  • Candi Rambut Monte (Krisik, Ngantang, Malang)
  • Candi Panataran (Blitar)
  • Candi Selakelir
  • Candi Surawana (Pare, Kediri)
  • Candi Tigawangi (Pare, Kediri)
  • Kompleks Pertapaan Goa Selomangleng (Mojoroto, Kediri)
  • Candi Dorok (Pare, Kediri)
  • Candi Lor (Loceret, Nganjuk)
  • Candi Ngetos (Ngetos, Nganjuk)
  • Candi Rimbi (Ngrimbi, Jombang)
  • Kompleks Percandian Gunung Arjuna
  • Candi Jawi (Prigen, Pasuruan)
  • Candi Kebo Ireng (Kejapanan, Pasuruan)
  • Candi Gunung Gangsir (Gunung Gangsir, Pasuruan)
  • Kompleks Percandian Gunung Penangungan (Trawas, Mojokerto)
  • Petirtaan Jalatunda
  • Candi Kama I
  • Candi Kama II
  • Candi Gajah Mungkur
  • Candi Wayang
  • Candi Kendalisada
  • Candi Pasetran
  • Gapura Jedong (gapura tipe candi bentar)
  • Petirtaan Watu Tetek
  • Petirtaan Belahan
  • Candi Lemari
  • Candi Gentong
  • Candi Brangkal (Ngoro, Mojosari)
  • Kompleks Trowulan (Mojokerto)
  • Candi Tikus
  • Candi Menak Jingga
  • Candi Brahu
  • Candi Gentong
  • Gapura Wringin Lawang (tipe candi bentar)
  • Gapura Bajang Ratu (tipe paduraksa)
  • Kolam Segaran
  • Candi Kedaton
  • Kompleks Percandian Gunung Welirang
  • Reco Lanang
  • Reco Wadon
  • Watu Meja
  • Watu Kaca
  • Candi Sawentar (Garum, Blitar)
  • Candi Simping (Simping, Blitar)
  • Kompleks Percandian Panataran (Blitar)
  • Candi Gambar Wetan (Blitar)
  • Candi Jabung (Probolinggo)
  • Candi Gayatri atau Candi Boyolangu (Boyolangu, Tulungagung)
  • Candi Dadi (Boyolangu, Tulungagung)
  • Candi Cungkup atau Candi Sanggrahan (Boyolangu, Tulungagung
  • Candi Selomangleng atau Goa Pertapaan Selomangleng (Boyolangu, Tulungagung)
  • Candi Pendem (Trenggalek)
  • Candi Pari (Porong, Sidoarjo) seberang Kolam Lumpur LAPINDO
  • Candi Sumur (Porong, Sidoarjo) seberang Kolam Lumpur LAPINDO
Daftar candi yang terdapat di Bali :
  • Candi Gunung Kawi, Gianyar
  • Situs Goa Gajah, Tampaksiring, Gianyar
Daftar candi yang terdapat di Sumatra :
  • Candi Muara Takus di Riau
  • Candi Biaro Bahal di Tapanuli Selatan
  • Candi Muaro Jambi di Jambi
Daftar candi yang terdapat di Kalimantan :
  • Candi Agung di Amuntai Tengah, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Candi Hindu.
  • Candi Laras di Candi Laras Selatan, Tapin, Kalimantan Selatan. Candi Buddha.
  • Situs Pematang Bata di Candi Laras Selatan, Tapin, Kalimantan Selatan
  • Candi Tanjungpura, di desa Benua Lama, Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat
  • Batu Lasung (yoni), desa Cantung Kiri Hilir, Kelumpang Hulu, Kotabaru, Kalsel
syadiashare 2009
Ensiklopedia

Candi Badut (Malang)



      Candi Badut terletak di kawasan Tidar, kota Malang. Candi ini diperkirakan berusia lebih dari 1400 tahun dan diyakini adalah peninggalan Prabu Gajayana, penguasa kerajaan Kanjuruhan sebagaimana yang termaktub dalam prasasti Dinoyo bertahun 760 Masehi.
      Kata Badut di sini berasal dari bahasa sansekerta “Bha-dyut” yang berarti  Sorot Agastya. Hal itu terlihat pada ruangan induk candi yang berisi sebuah pasangan arca tidak nyata dari Siwa dan Parwati dalam bentuk lingga dan yoni. Pada bagian dinding luar terdapat relung-relung yang berisi arca Mahakal dan Nadiswara. Pada relung utara terdapat arca Durga Mahesasuramardhini. Relung timur terdapat arca Ganesha. Dan disebelah Selatan terdapat arca Agastya yakni Syiwa sebagai Mahaguru. Namun diantara semua arca itu hanya arca Durga Mahesasuramardhini saja yang tersisa.
       Candi ini ditemukan pada tahun 1921 dimana bentuknya pada saat itu hanya berupa gundukan bukit batu, reruntuhan dan tanah. Orang pertama yang memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir bangsa Belanda yang bekerja di Malang. Candi Badut dibangun kembali pada tahun 1925-1927 di bawah pengawasan B. De Haan dari Jawatan Purbakala Hindia Belanda. Dari hasil penggalian yang dilakukan pada saat itu diketahui bahwa bangunan candi telah runtuh sama sekali, kecuali bagian kaki yang masih dapat dilihat susunannya.
      Peninggalan kepurbakalaan di sekitar Malang adalah sisa-sisa bangunan suci yang mempunyai sifat Budha dan Hindu (Siwa), sesuai dengan agama yang dianut masa itu. Bangunan-bangunan tersebut basa disebut candi yang berfungsi sebagai tempat pemujaan (kuil). Peninggalan yang ada di sekitar Malang tersebut antara lain Candi Jago, Sumberawan, Badut, Songgoriti, Singosari dan Kidal. Salah satu bangunan suci yang akan kami sajikan adalah Candi Badut, yang merupakan candi teruta di Jawa Timur tetapi menunjukkan sifat candi Jawa Tengah seperti pada bagian kakinya yang rata dan tidak diberi hiasan dan pada bilik pintunya berpenampil.

     Candi Badut terletak di desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, 10 kilometer dari kota Malang. Untuk sampai ke lokasi harus mengikuti jalan ke Batu sampai di Dinoyo, kemudian membelok ke selatan sampai Karangbesuki terus ke barat dan setelah melewati kali Metro sampailah ke Desa Badut. Di barat daya Desa Badut terletak bangunannya di atas dataran tinggi kira-kira 500 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi tersebut dikelilingi oleh gunung-gunung seperti Gunung Kawi di selatan, Gunung Arjuna di barat, Gunung Tengger di utara dan di timur adalah Gunung Semeru. Sedangkan Candi Badut terletak di kaki Gunung Kawi.

     Dilihat dari segi ilmu pengetahuan dan segi arsitekturnya bangunan tersebut merupakan gaya peralihan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kemungkinan juga merupakan suatu bukti terjadinya perpindahan pusat kerajaan ke timur. Dalam hubungan ini para sarjana cenderung menghubungkan berita perpindahan kerajaan Holing ke timur sekitar tahun740 Masehi. Kemudian diartikan bahwa raja dari dinasti sanjaya menyingkir ke timur karena terdesak oleh dinasti Sailendra. Daerah yang dimaksud adalah sekitar Malang.

     Candi Badut dibangun pada abad VIII M, merupakan peninggalan dari masa pemerintahan kerajaan Kanjuruhan yang berpusat di Dinoyo (barat laut Malang). Masa pendirian bangunan dihubungkan dengan prasasti Dinoyo 760 Masehi (682 Saka). Prasasti dibuat dari batu bertuliskan huruf Kawi, berbahasa Sansekerta dan menyebutkan bahwa pada abad VIII M, ada kerajaan berpusat di Kanjuruhan. Sekarang disebut Desa Kejuron) di bawah pemerintahan raja Dewa Simha yang berputera seorang laki-laki bernama Limwa. Limwa mempunyai seorang puteri. Uttejana yang menikah dengan Jananeya. Limwa menggantikan ayahnya dan berganti nama dengan Gajayana. Pada pemerintahan Gajayana itulah didirikan Candi Badut. Dikatakan pula bahwa pendirian bangunan tersebut tanggal 1 Kresnapaksa bulan Margasirsa tahun 682 Saka (28 Nopember 760 Masehi) untuk tempat Agastya berikut arcanya dari batu hitam yang sangat indah. Arca tersebut ditasbihkan oleh para pendeta yang paham akan kitab Weda beserta para petapa sthapaka dan rakyat. Pada kesempatan ini raja menganugerahkan sebidang tanah, sapi dan kerbau, budak laki-laki dan perempuan sebagai penjaga, juga segala keperluan untuk pendeta seperti keperluan pemujaan, penyucian diri dan bangunan tempat peristirahatan para pengunjung.

     Disebutkan pula tentang sebuah lingga yang keramat. Di dalam candi tersebut tidak terdapat Agastya melainkan sebuah lingga yang dianggap sebagai lambangnya Prasasti Dinoyo sekarang disimpan di Museum Pusat Jakarta dengan nomor D.113.
Candi Badut ditemukan secara kebetulan pada 1923 oleh seorang pengawas dari Malang E.W. Maurenbrechter, di tengah sawah. Waktu itu yang terlihat hanyalah bukit batu runtuhan dan tanah. Di atas dan sekitarnya tumbuh beberapa pohon beringin. Pada 1925-1926 candi tersebut dipugar untuk pertama kali sampai tingkat pertama atapnya saja karena batu-batu yang lain tidak ditemukan.

     Dahulu Candi Badut merupakan suatu kompleks yang dikelilingi pagar tembok, sekarang telah hilang. Letak bangunan candi tidak di pusat halaman candi. Candi ini terbuat dari bahan batu andesit. Denahnya bujur sangkar dengan ukuran 15x15 meter. Pintu masuk ada di barat. Pada pintu masuk ke ruang candi dihiasi Kalamakara. Secara horizontal Candi Badut terbagi atas tiga bagian yaitu kaki, badan dan atap.

Bagian kaki
      Pada umumnya kaki candi terdiri atas perbingkaian bawah, badan kai dan perbingkaian atas tetapi kaki Candi Badut hanya mempunyai bingkai bawah dan badan kaki. Bingkai bawah terdiri dari pelipi rata, sedangkan badan kaki candi berupa susunan bata-bata rata, polos dan tidak mempunyai hiasan sama sekali. Pada bagian depan candi terdapat tangga naik ke bilik candi. Sebelum masuk ke bilik candi terdapat selasar keliling dengan pradaka sinaptha.


Bagian badan
     Badan candi bentuknya tambun karena lebih besar dari tingginya. Pntu bilik berpenampil (poritico) yang mengingatkan pada langgam seni bangunan Jawa Tengah. Pada tangga sebelah selatan terdapat Kinara-Kinari.

     Pada ketiga sisinya terdapat relung-relung dan di dalamnya terdapat arca Durga (relung utara), guru atau Agastya (relung selatan), sedangkan di relung timur arcanya telah hilang, tetapi biasanya berisi arca Ganesa. Relng-relung berkambikan (berbingkai) pelengkung kara makara yang biasanya terdapat di Jawa Tengah. Di sisi kiri-kanan pintu masuk terdapat relung-relung kecil dengan penampil berisi Mahakala dan Nandiswara. Bidang-bidang di samping relung-relung itu diisi dengan hiasan pola bunga. Dalam bilik candi terdapat lingga dan yoni. Pada pemugaran tahun 1925 ditemukan pripih di antara reruntuhan dinding luar bilik candi bagian belakang.


Bagian Atap
     Bagian atap candi telah rusak. Menurut hasil rekonstruksi yang dimuat dalam OV 1929 tampak bagian atap candi terdiri atas dua tingkat yang serupa dengan tubuh candi tetapi makin ke atas semakin kecil dan ditutup dengan puncak ratna. Hiasan yang terdapat pada atap berupa antefix.
    
     Di depan candi induk terdapat tiga bekas alas candi kecil yang terkenal dengan nama Candi perwara. Diperkirakan bentuknya sama sekali candi induk. Candi tersebut berjajar arah utara selatan dan menghadap ke timur. Candi perwara yang di tengah berisi arca Nandi, di selatan terdapat lingga yoni, sedangkan di utara tidak diketahui. Susunan yang terdiri dari tiga candi yang lebih kecil dan berhadapan membuktikan bahwa Candi Badut merupakan salah satu candi yang tertua di Jawa Timur.

     Dengan adanya arca Durga, Agastya dan lingga yoni maka Candi Badut merupakan candi-candi agama Hindu.Candi Badut telah selesai (purna) pugar pada 1993 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah pemugaran selesai dan perbaikan jalan menuju ke kompleks percandian dapat dicapai dengan kendaraan bermotor, maka kompleks tersebut layak dijadikan objek wisata.

Kepustakaan:

Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.

Candi Prambanan (Klaten)

Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari candi borobudur) berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun taman indah.
Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.

Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.

Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.

Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.

Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.

Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.
Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gunungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.

Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa. Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta? Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.

Nah, masih banyak lagi yang bisa digali di Prambanan. Anda tak boleh jemu tentunya. Kalau pun akhirnya lelah, anda bisa beristirahat di taman sekitar candi. Tertarik? Datanglah segera. Sejak tanggal 18 September 2006, anda sudah bisa memasuki zona 1 Candi Prambanan meski belum bisa masuk ke dalam candi. Beberapa kerusakan akibat gempa 27 Mei 2006 lalu kini sedang diperbaiki.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo

Situs Pemerintah Daerah Jatim

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah. Sistem Ketatanegaraan Indonesia menganut prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah Daerah Propinsi.
Sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Di Daerah Propinsi Jawa Timur terdapat 38 Daerah, yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 Kota.

 Adapun situs pemerintah daerah JATIM, antara lain: 


01 Kota Madiun http://www.madiunkota.go.id
02 Kabupaten Madiun http://www.madiunkab.go.id
03 Kabupaten Ponorogo http://www.ponorogo.go.id
04 Kabupaten Magetan http://www.magetan.go.id
05 Kabupaten Pacitan http://www.pacitankab.go.id
06 Kabupaten Ngawi http://www.ngawikab.go.id
07 Kota Kediri http://www.kotakediri.go.id
08 Kabupaten Kediri http://www.kedirikab.com/
09 Kota Blitar http://www.blitar.go.id
10 Kabupaten Blitar http://www.kabblitar.go.id
11 Kabupaten Trenggalek http://www.trenggalek.go.id
12 Kabupaten Tulungagung http://www.tulungagung.go.id
13 Kabupaten Nganjuk http://www.nganjukkab.go.id
14 Kota Malang http://www.pemkot-malang.go.id
15 Kabupaten Malang http://www.malangkab.go.id
16 Kota Batu http://www.pemkotbatu.go.id
17 Kota Pasuruan http://www.pemkotapasuruan.go.id
18 Kabupaten Pasuruan http://www.kab-pasuruan.go.id
19 Kota Probolinggo http://www.probolinggo.go.id
20 Kabupaten Probolinggo http://www.kabprobolinggo.go.id
21 Kabupaten Lumajang http://www.lumajang.go.id
22 Kabupaten Bojonegoro http://www.bojonegoro.go.id
23 Kabupaten Tuban http://www.tuban.go.id
24 Kabupaten Lamongan http://www.lamongan.go.id
25 Kota Surabaya http://www.surabaya.go.id
26 Kota Mojokerto http://www.mojokertokota.go.id
27 Kabupaten Mojokerto http://www.pemkab-mojokerto.go.id
28 Kabupaten Gresik http://www.gresik.go.id
29 Kabupaten Jombang http://www.jombangkab.go.id
30 Kabupaten Sidoarjo http://www.sidoarjokab.go.id
31 Kabupaten Pamekasan http://www.pamekasan.go.id
32 Kabupaten Bangkalan http://www.bangkalankab.go.id
33 Kabupaten Sampang http://www.sampang.go.id
34 Kabupaten Sumenep http://www.sumenep.go.id
35 Kabupaten Jember http://www.pemkabjember.go.id
36 Kabupaten Situbondo http://www.situbondo.go.id
37 Kabupaten Bondowoso http://www.bondowoso.go.id
38 Kabupaten Banyuwangi http://www.banyuwangikab.go.id
Sumber : Sekretariat Prov.Jatim